

Teknik dan Umur Simpan Pengemasan (packaging)
Pengemasan dan Jenis-Jenis Kemasan
Pengemasan adalah suatu cara pengamanan terhadap makanan atau bahan pangan agar makanan atau bahan pangan baik yang belum diolah maupun yang telah mengalami pengolahan dapat sampai ke tangan konsumen dengan baik secara kuantitas maupun kualitas.
Kemasan atau teknik membungkus sudah digunakan dari zaman dahulu bahkan pada zaman berburu dan bercocok tanam. Pada saat itu fungsi kemasan hanya sebagai pelindung isi dan dibuat dengan bahan seadanya. Kini kemasan mengalami pergeseran makna dan fungsi di zaman modern ini. Mulanya kemasan hanya sebagai alat pembungkus untuk melindungi isi atau agar praktis dibawa kemana saja, sekarang diantara persaingan-persaingan produk sama, kemasan menjadi identitas selain melindung isi kemasan (Astuti, 2012).
Pengemasan mempunyai peran penting dalam rantai penyaluran makanan (food supplay chain). Pengemasan merupakan suatu cara untuk memberikan kondisi lingkungan yang tepat pada produk pangan. Pengemasan makanan harus mampu memenuhi kebutuhan dan persyaratan tertentu (Fiardy, 2013).
Bukcle et al. (1987) dalam Latifah (2010) menyebutkan pengemasan merupakan salah satu proses dalam industri yang memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya penurunan mutu produk. Pengemasan harus dilakukan dengan benar, karena pengemasan yang salah dapat mengakibatkan produk menjadi tidak memenuhi syarat mutunya.
Sebuah kemasan yang buruk bisa memberikan citra yang jelek terhadap suatu produk yang sangat baik, bagaimanapun baiknya pemikiran atas konsep pengemasannya tersebut (Danger, 1992).
Suryatanaga (2011) menyebutkan kemasan yang baik yang akan digunakan semaksimal mungkin dalam pasar harus mempertimbangkan dan dapat menampilkan beberapa faktor sebagai berikut:
1. Faktor Pengamanan
Kemasan harus melindungi produk terhadap berbagai kemungkinan yang dapat menjadi penyebab timbulnya kerusakan barang, misalnya cuaca, sinar matahari, jatuh, tumpukan, kuman, dan serangga.
2. Faktor Ekonomi
Perhitungan biaya produksi yang efektif termasuk pemilihan bahan menyebabkan biaya tidak melebihi proprorsi manfaatnya.
3. Faktor Pendistribusian
Kemasan harus mudah didistribusikan dari pabrik ke distributor atau pengecer sampai ke tangan konsumen. Di tingkat distributor, kemudahan penyimpanan dan pemajangan perlu dipertimbangkan. Bentuk dan ukuran kemasan harus direncanakan dan dirancang sedemikian rupa sehingga tidak sampai menyulitkan peletakan di rak atau tempat pemajangan.
4. Faktor Komunikasi
Sebagai media komunikasi, kemasan menerangkan dan mencerminkan produk, citra merek, dan juga bagian dari produksi dengan pertimbangan mudah dilihat, dipahami dan diingat. Sebagai contoh karena bentuk kemasan yang aneh, produk tidak dapat ditempatkan dengan posisi berdiri sehingga ada tulisan yang tidak dapat terbaca dengan baik, maka fungsi kemasan sebagai media komunikasi sudah gagal.
5. Faktor Ergonomik
Pertimbangan agar kemasan mudah dibawa atau dipegang, dibuka dan mudah diambil sangatlah penting. Hal ini selain mempengaruhi bentuk dari kemasan itu sendiri juga mempengaruhi kenyamanan pemakai produk atau konsumen.
6. Faktor Estetika
Keindahan pada kemasan merupakan daya tarik visual yang mempertimbangkan penggunaan warna, bentuk, merek atau logo, ilustrasi, huruf, dan tata letak atau layout. Tujuannya adalah untuk mencapai mutu daya tarik visual secara optimal.
7. Faktor Identitas
Secara keseluruhan kemasan harus berbeda dengan kemasan lain, memiliki identitas produk agar mudah dikenali dan dibedakan dengan produk-produk lain.
8. Faktor Promosi
Kemasan mempunyai peranan penting dalam bidang promosi. Dalam hal ini kemasan berfungsi sebagai silent sales person. Peningkatan kemasan dapat efektif untuk menarik perhatian konsumen-konsumen lain.
9. Faktor Lingkungan
Dalam situasi dan kondisi era industri saat ini masyarakat yang berpikiran kritis, masalah lingkungan tidak dapat terlepas dari pantauan. Trend dalam masyarakat akhir-akhir ini adalah kekhawatiran mengenai polusi, salah satunya pembuangan sampah. Salah satunya yang pernah menjadi topik hangat adalah styrofoam. Pada tahun 1990 organisasi-organisasi lingkungan hidup berhasil menekan perusahaan McDonalds untuk mendaur ulang kemasan. Saat ini banyak perusahaan yang menggunakan kemasan-kemasan yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang atau dapat dipakai ulang.
Faktor-faktor ini merupakan satu kesatuan yang sangat vital dan saling mendukung dalam keberhasilan penjualan. Keberhasilan penjualan tergantung pada citra yang diciptakan oleh kemasan tersebut. Penampilan harus dibuat sedemikian rupa agar konsumen dapat memberikan reaksi spontan, baik secara sadar maupun tidak.
Kegunaan pengemasan menurut Nitisemito (1991) yaitu:
- Barrier function,untuk melindungi
- Convenience function,bahwa suatu produk mudah
- Logistics function,produk lebih mudah disimpan ketika produk tersebut
- Marketing function,untuk memasarkan suatu produk dengan memberikan pesan suatu produk kepada
Gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas dan cahaya. Sebagai akibat adanya peningkatan kadar air pada produk, maka akan tumbuh jamur dan bakteri, pengerasan pada produk bubuk dan pelunakan pada produk kering. Produk kering terutama yang bersifat hidrofilik harus dilindungi terhadap masuknya uap air. Oleh sebab itu harus dikemas dalam kemasan yang mempunyai permeabilitas air yang rendah untuk mencegah produk yang berkadar gula tinggi merekat atau produk-produk tepung menjadi basah sehingga tidak lagi bersifat mawur (Syarief et al.,1989).
Robertson (1993) dalam Fiardy (2013) menyebutkan kemasan yang digunakan pada produk-produk berkadar air rendah seperti keripik harus mampu menjaga produk keripik tersebut tetap baik sampai ke tangan konsumen. Kerenyahan merupakan sifat tekstur yang sangat penting untuk makanan ringan yang digoreng (fried snack foods), dan apabila kerenyahan ini hilang terutama disebabkan oleh penyerapan kelembaban menjadikan produk makanan ringan ini ditolak oleh konsumen.
Kotler (2007) dalam Ghanimata (2012) menyebutkan mutu produk atau jasa dapat mempengaruhi kepuasan konsumen. Definisi mutu yang berpusat pada pelanggan sendiri adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghasilkan mutu bila produk atau pelayanan penjual tersebut memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Dengan kualitas yang baik dan terpercaya, maka sebuah produk akan mudah tertanam di dalam benak konsumen, karena konsumen bersedia untuk membayar sejumlah uang untuk membeli produk yang berkualitas. Karena produk pangan sangat berhubungan dengan kesehatan manusia dan merupakan
kebutuhan pokok, maka kualitas produk sangat mempengaruhi pembeli dalam mengambil keputusan pembelian. Apabila kualitas produk ditingkatkan, perilaku konsumen untuk melakukan pembelian juga akan meningkat (Ghanimata, 2012).
Buckle (1985) dalam Fiardy (2013) membuat pengelompokan dasar bahan- bahan pengemas yang digunakan untuk bahan pangan, yaitu:
- Logam seperti lempeng timah, baja bebas timah, dan
- Plastik
- Kertas (paperboard, fiberboard).
- Lapisan (laminate) dari satu atau lebih bahan-bahan
Dari beberapa jenis kemasan diatas, biasa digunakan untuk produk olahan makan banyak diantaranya terdapat di pasaran yaitu plastik dan aluminium foil., yaitu:
1. Aluminium Foil
Syarief et. al. (1989) menyebutkan aluminium foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran aluminium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Aluminium foil didefinisikan sebagai aluminium murni (derajat kemurniannya tidak kurang dari 99.4%) walaupun demikian dapat diperoleh dalam bentuk campuran yang berbeda-beda. Nurhudaya (2011) menyebutkan aluminium foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya. Pada umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam (lapisan dalam) atau lapisan tengah sebagai penguat yang dapat melindungi bungkusan (Fiardy, 2013).
Beberapa fakta tentang aluminium foil yang dikatakan oleh European Aluminium Foil Association (EAFA) sebagai berikut:
- Aluminium foil merupakan lembaran aluminium yang sangat
- Aluminium foil umumnya digunakan untuk kemasan serta memiliki keunggulan seperti material absolut yang dapat melindungi isi produk jika dijadikan sebagai kemasan, memberikan garansi kualitas isi dengan melindungi aroma, melindungi isi dari cahaya, oksigen, kelembaban, dan
Berbagai jenis produk makanan yang dikemas dengan menggunakan bahan pengemas aluminium foil menunjukkan makanan tersebut cukup baik. Teknik pengemasan dengan cara mengkombinasikan berbagai jenis bahan kemas
bentuk (fleksibel) telah menghasilkan suatu bentuk yang disebut “retort pouch“. Bahan kemasan yang berbentuk “retort pouch” memiliki beberapa keunggulan diantaranya yaitu:
- Daya simpan
- Teknik pengemasan mudah, kuat, dan tidak mudah
- Tahan terhadap proses pemanasan
- Resisten terhadap penetrasi lemak, minyak atau komponen makanan
- Tahan terhadap sinar
2. Plastik
Syarief et al. (1989) menyebutkan penggunaan plastik untuk makanan cukup menarik karena sifat-sifatnya yang menguntungkan seperti luwes mudah dibentuk, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah logam, serta mudah dalam penanganannya. Penggunaan plastik sebagai pengemas adalah untuk melindungi produk terhadap cahaya, udara atau oksigen, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Plastik juga dapat mengurangi kecenderungan bahan pangan kehilangan sejumlah air dan lemak, serta mengurangi kecenderungan bahan pangan mengeras (Azriani, 2006).
– Polietilen (PE)
Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh sebagai hasil samping industri arang dan minyak. Polietilen merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri karena sifat-sifatnya yang mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakannya jernih dan mudah digunakan sebagai laminasi (Syarief et al., 1989). Polietilen dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu High Density Polyethylene (HDPE), Low Density Polyethylene (LDPE), dan Linear Low Density Polyethylene (LLDPE).
Plastik LDPE baik terhadap daya rentang, kekuatan retak, ketahanan putus, dan mampu mempertahankan kestabilannya hingga di bawah suhu
-60oC. Jenis plastik ini memiliki ketahanan yang baik terhadap air dan uap air, namun kurang terhadap gas yang merupakan hasil penelitian Robertson (1993). Briston et al. (1974) menyatakan titik leleh dari plastik LDPE yaitu 85-87oC. Harrington et al. (1991) kemasan yang terbuat dari LDPE memiliki ciri khas lembut, fleksibel dan mudah direntangkan, jernih,
penahan uap air yang baik namun bukan penahan oksigen yang baik, tidak menyebabkan aroma atau bau terhadap makanan, serta mudah di-seal.
LLDPE mempunyai struktur yang sebanding dengan LDPE dan dibuat pada tekanan rendah, perbedaannya tidak mempunyai rantai bercabang yang panjang. Kelebihan LLDPE dibandingkan dengan LDPE adalah lebih tahan terhadap bahan kimia, permukaan yang mengkilat, memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan tahan pecah karena tekanan yang merupakan hasil penelitian Robertson (1993). Harington et al. (1991) menjelaskan bahwa plastik LLDPE memiliki kekuatan seal yang sama dengan plastik LDPE dan memiliki kekuatan dan kekerasan yang sama dengan plastik HDPE.
Buckle et al. (1987) menyebutkan HDPE memberi pelindungan yang baik terhadap air dan meningkatkan stabilitas terhadap panas. Titik leleh plastik jenis ini yaitu 120-130oC yang merupakan hasil penelitian Briston et al. (1974). Robertson (1993) menyebutkan HDPE lebih tahan terhadap zat kimia dibandingkan dengan LDPE, dan memiliki ketahanan yang baik terhadap minyak dan lemak (Azriani, 2006).
– Polipropilen (PP)
Polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Jenis plastik ini dikembangkan sejak tahun 1950 dengan berbagai nama dagang, seperti : bexphane, dynafilm, luparen, escon, olefane, pro fax. Film plastik propilen dihasilkan dari polimerasi propilen. Film ini lebih kaku, terang, dan kuat dibandingkan polietilen, stabil pada suhu tinggi, memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang serta memiliki titik lebur tinggi sehingga sulit untuk direkat dengan panas (Latifah, 2010)
Robertson (1993) menyebutkan polipropelin memiliki densitas yang rendah yaitu 900kg/m-3 dan memiliki titik leleh lebih tinggi yaitu 140-150oC jika dibandingkan dengan polietilen, transmisi uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap lemak dan bahan kimia, tahan gores, dan stabil pada suhu tinggi, serta memiliki kilap yang bagus dan kecerahan tinggi. Buckle et al. (1987) menyebutkan polipropilen lebih kaku, kuat dan ringan daripada polietilen, serta stabil terhadap suhu tinggi. Plastik polipropilen yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi bukan penahan gas yang baik (Fiardy, 2013).
Latifah (2010) menyebutkan sifat-sifat fisik kemasan perlu diuji berdasarkan kaitannya terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan. Mekanisme penurunan mutu pada produk sejenis keripik adalah penyerapan air dan oksidasi yang merupakan hasil penelitian Herawati (2008). Pada tahun 2009, telah dilakukan pengujian sifat fisik kemasan meliputi laju transmisi gas oksigen (O2TR), dan laju transmisi uap air (WVTR) yang dilakukan di Balai Besar Kimia Kemasan, Jakarta. Hasil pengujian sifat fisik kemasan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Karakteristik Beberapa Jenis Kemasan
Jenis Kemasan | Ketebalan (mm) | Densitas (g/cm3) | Gramatur (g/cm3) | WVTR*
(g/cm2/24jam) |
O2TR*
*(cc/m2/24jam) |
Aluminium Foil | 0.05
0.08 1 |
0.721
1.058 1.103 |
36.037
84.617 110.273 |
0.5749
0.1298 0.0768 |
0.8492
0.2933 0.3199 |
0.03 | – | – | 83.685 | 79.2529 | |
PP | 0.05 | – | – | 71.38 | 125.8803 |
0.08 | – | – | 41.32 | 67.9188 |
*Temperatur = 37.80C, RHU = 100% **Temperatur = 210C, RH = 55% Sumber : BBKK (2009), dalam Fiardy (2013)
Arfah (2001) dalam Putro (2012) menyebutkan laju transmisi uap air atau Water Vapour Transmission Rate (WVTR) adalah jumlah uap air yang melewati satu unit permukaan luas dari suatu bahan selama satu satuan waktu pada kondisi suhu dan RH yang relatif konstan. Permeabilitas uap air adalah laju transmisi uap air dibagi dengan perbedaan tekanan uap air antara permukaan produk (Fiardy, 2013).
Teknik Pengemasan (Mareta dan Shofia, 2012)
Teknik pengemasan merupakan teknik penutupan kemasan agar mutu produk tetap terjaga selama masa penyimpanan. Macam-macam teknik pengemasan yaitu :
1. Teknik Pengemasan dengan Heat Sealer
Teknik pengemasan ini menggunakan heat sealer secara manual. Alat ini juga disebut sebagai hand sealer. Cara kerjanya yaitu dengan meletakkan ujung terbuka pengemas yang telah berisi bahan, tepat di bagian sealer. Lalu alat
ditekan untuk merekatkan kedua bagian pengemas sehingga ujung terbukanya menutup. Terdapat indikator lampu yang menunjukkan batas waktu sealing. Jika terlalu lama, bahan pengemas dapat robek bahkan terputus. Jika terlalu cepat, pengemas tidak tertutup dengan baik, masih ada celah yang memungkinkan udara atau air masuk sehingga pengemasan menjadi kurang sempurna.
2. Teknik Pengemasan dengan Vacuum Packaging
Pengemasan dengan metode vakum adalah teknik pengemasan dengan mengeluarkan semua udara yang terdapat didalam kemasan, cara kerjanya adalah dengan menekan tombol ON pada alat, program diaktifkan untuk pengaturan, gas diatur sesuai permintaan, vakum dan seal diatur, tombol Reprog ditekan, tutup pengemas dibuka. Selanjutnya pengemas yang telah diisi bahan makanan dimasukkan ke dalam vacuum sealer. Ujung terbuka pengemas diletakkan tepat pada bagian sealer. Selanjutnya, penutup vacuum sealer diturunkan hingga rapat, tunggu sampai proses sealing selesai, buka penutup alat lalu tekan tombol power pada posisi OFF.
3. Teknik Pengemasan dengan Alat Pengemas Bertekanan
Pengemasan dengan alat pengemas bertekanan memiliki prinsip kerja yaitu dengan memasukkan gas nitrogen ke dalam pengemas sehingga bahan di dalamnya lebih tahan/tidak rusak karena adanya tekanan. Cara kerja alat ini mirip dengan alat pengemas vakum yaitu dengan memasukkan pengemas yang telah berisi bahan pangan ke dalam alat pengemas bertekanan. Ujung terbuka pengemas dikaitkan dan diletakkan tepat pada bagian sealer, lalu penutup alat diturunkan. Gas nitrogen dialirkan, kemudian alat dinyalakan. Tunggu hingga sealing selesai. Hasil akhirnya adalah kemasan yang berbentuk gembung karena saat di-seal gas masih ada dalam kemasan.
4. Teknik Pengemasan dengan Silica Gel
Silica Gel merupakan produk penyerap kelembapan udara yang sangat cocok untuk diaplikasikan untuk menjaga kualitas produk dalam kemasan tertutup. Silica Gel bekerja efektif tanpa mengubah produk bentuk zatnya. Silica gel apabila disentuh tetap kering walaupun dia sudah bereaksi menyerap kelembapan udara. Walaupun namanya gel tapi tetap tergolong dalam silika padat.
Pendugaan Umur Simpan
Penetapan umur simpan dan parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Pada skala industri besar atau komersial, umur simpan ditentukan berdasarkan hasil analisis di laboratorium yang didukung hasil evaluasi distribusi di lapangan. Berkaitan dengan berkembangnya industri pangan skala usaha kecil-menengah, dipandang perlu untuk mengembangkan penentuan umur simpan produk sebagai bentuk jaminan keamanan pangan. Penentuan umur simpan di tingkat industri pangan skala usaha kecil-menengah sering kali terkendala oleh faktor biaya, waktu, proses, fasilitas, dan kurangnya pengetahuan produsen pangan (Herawati, 2008)
Spigel (1992) dalam Latifah (2010) menyebutkan penentuan umur simpan secara umum adalah penanganan suatu produk dalam suatu kondisi yang dikehendaki dan dipantau setiap waktu sampai produk mengalami kerusakan. Umur simpan produk berkaitan erat dengan nilai kadar air kritis, suhu, dan kelembaban.
Nurcahyanti (2005) dalam Fiardy (2013) menyebutkan semakin panas bahan makanan yang dikemas, semakin tinggi pula peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam makanan, sehingga setiap mengkonsumsi makanan tersebut, maka secara tidak sadar juga mengkonsumsi zat-zat yang terimigrasi itu. Semakin lama makanan disimpan maka semakin tinggi batas maksimum dilampaui. Oleh karena itu, keterangan batas ambang waktu kedaluwarsa bagi produk yang dikemas dengan plastik perlu diberitahukan secara jelas kepada konsumen.
Hine (1987) dalam Latifah (2010) menyebutkan proses perkiraan umur simpan sangat tergantung pada tersedianya data mengenai:
- Mekanisme penurunan mutu produk yang
- Unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu
- Mutu produk dalam
- Bentuk dan ukuran kemasan yang
- Mutu produk pada saat
- Mutu minimum dari produk yang masih dapat
- Variasi iklim selama distribusi dan
- Resiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan
- Sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu
Penentuan umur simpan dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan selama selang waktu tertentu sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Syarief et al. (1989) menyebutkan faktor- faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut:
- Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan
- Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan
- Kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.
- Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang
Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). Metode ESS atau sering disebut metode konvensional adalah penentuan tanggal kedaluwarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kedaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisis parameter yang relatif banyak. Metode konvensional biasanya digunakan untuk mengukur umur simpan produk pangan yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap penelitian. Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan dengan cara menyimpan beberapa bungkusan produk yang sama pada beberapa desikator atau ruangan yang telah dikondisikan dengan kelembapan yang seragam. Pengamatan dilakukan terhadap parameter titik kritis atau kadar air (Herawati, 2008)
Metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat, namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: 1) pendekatan kadar air kritis teori difusi dengan menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria kedaluwarsa, dan 2) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo nol atau ordo satu untuk produk pangan. Tahapan penentuan umur simpan dengan Metode ASS meliputi penetapan parameter kriteria kedaluwarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir. Penentuan umur simpan dengan Metode ASS perlu mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam distribusi produk yang di dalamnya mencakup keputusan manajemen yang bertanggung jawab (Herawati, 2008)
Penggunaan suhu inkubasi untuk mengetahui umur simpan produk disajikan pada Tabel 1
Tabel 1. Penentuan Suhu Pengujian Umur Simpan Produk
Sumber : Labuza dan Schmidl (1985), dalam Herawati (2008)
Persamaan Arrhenius (Fiardy, 2013)
Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu makanan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhitungkan. Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia bahan pangan dalam kaitannya dengan perubahan suhu, Labuza (1982), menggunakan persamaan Arrhenius.
Persamaan Arrhenius:
k = a . e-Ea/RT (1.)
Keterangan :
k : konstanta laju penurunan mutu
a : konstanta pre-eksponensial
Ea : energi aktivasi (kal/mol)
R : tetapan gas ideal (1.986 kal/mol K) T : suhu mutlak (K)
Persamaan diatas dapat diubah menjadi:
ln k = ln a – (Ea/RT) (2.)
maka akan diperoleh kurva berupa garis linear pada plot nilai ln a terhadap 1/T dengan slope –Ea/R seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 1. Grafik antara nilai ln a dan 1/T dalam Persamaan Arrhenius
Menurut Syarief dan Halid (1989), semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga, maka semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi untuk penggunaan Persamaan Arrhenius ini adalah:
- Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi
- Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan
- Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses- proses yang terjadi
- Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap
Nilai umur simpan dapat diketahui dengan memasukkan nilai perhitungan ke dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Menurut Labuza (1982), reaksi kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh reaksi ordo nol dan satu, sedikit yang dijelaskan oleh ordo reaksi lain.
Reaksi Ordo Nol (Fiardy, 2013)
Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi reaksi kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis dan oksidasi (Labuza, 1982). Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan berikut:
Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan:
At – Ao = – kt (4.)
Keterangan:
At : jumlah A pada awal waktu t
Ao : jumlah awal A
Reaksi Ordo Satu (Fiardy, 2013)
Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu meliputi: ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor (penyimpangan flavor) oleh mikroba pada daging, ikan, dan unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan lain sebagainya (Labuza, 1982). Persamaan reaksinya:
Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan
Keterangan:
At : jumlah A pada awal waktu t
Ao : jumlah awal A
Tags: Jenis-Jenis Kemasan, Karakteristik Beberapa Jenis Kemasan, packaging, Pendugaan Umur Simpan, Teknik Pengemasan