Konsep CSR (Corporate Social Responsibility)
   

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu aspek dari Tanggung Jawab Korporat di mana bisnis terlibat dalam kegiatan CSR untuk menjaga dampak sosial yang positif, terlepas dari kewajiban regulasi. Melalui CSR, perusahaan dapat berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan keberlanjutan mereka sendiri dalam prosesnya.

Perusahaan memiliki potensi untuk memengaruhi persepsi publik, membentuk sikap terhadap nilai-nilai positif dan negatif. Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan untuk mengatasi dan mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul agar terhindar dari konflik yang dapat mengganggu operasi mereka maupun komunitas.

Teori tentang Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan oleh para ahli meliputi berbagai perspektif:

Carroll (dalam Unang, 1979) mendefinisikan CSR sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat sekitar. Ini mencakup aspek ekonomi, hukum, etika, serta kontribusi terhadap isu sosial. Menurut Carroll, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai aspek ini dalam kegiatan CSR mereka, karena setiap aspek berkontribusi pada kepedulian dan pengembangan yang berkelanjutan.

Bowen (1953) menjelaskan bahwa CSR adalah kewajiban bagi pengusaha untuk merumuskan kebijakan, membuat keputusan, atau mengikuti tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Menurut World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), CSR adalah komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk bertindak secara etis, memberikan kontribusi pada pengembangan ekonomi komunitas setempat, dan meningkatkan taraf hidup karyawan dan keluarganya (diakses dari jurnal Kementerian Lingkungan Hidup).

Hartman mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap komunitas yang terkait dengan operasional bisnisnya. Perusahaan diharapkan untuk mengidentifikasi kelompok pemangku kepentingan dan mengintegrasikan kebutuhan serta kepentingan mereka dalam keputusan operasional dan strategis. CSR, menurut Hartman, adalah pendekatan di mana perusahaan menggabungkan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi dengan para pemangku kepentingan berdasarkan prinsip kemitraan dan kesukarelaan. Ini mencakup pengaruh di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hartman menekankan bahwa CSR di bidang ekonomi dapat mempengaruhi perekonomian, di bidang hukum perusahaan harus mematuhi peraturan yang berlaku, dan di bidang etika serta kontribusi sosial, perusahaan harus menjaga etika dan memperhatikan dampak lingkungan.

Istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an, berkat pengembangan tiga komponen utama pembangunan berkelanjutan oleh John Elkington: pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan keadilan sosial, yang juga diperkenalkan dalam Brundtland Report (1987) oleh The World Commission on Environment and Development (WCED). Elkington menegaskan bahwa CSR mencakup tiga fokus utama yang disingkat 3P: profit, planet, dan people. Artinya, perusahaan yang baik tidak hanya fokus pada keuntungan ekonomi (profit), tetapi juga peduli terhadap pelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).

Konsep CSR (Corporate Social Responsibility)

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah konsep di mana perusahaan berkomitmen untuk melakukan kegiatan yang berdampak positif pada masyarakat dan lingkungan, melampaui kewajiban regulasi mereka. CSR memungkinkan perusahaan untuk berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan lingkungan sambil meningkatkan keberlanjutan jangka panjang mereka sendiri.

Teori dan Konsep CSR

Beberapa teori dan konsep penting dalam CSR meliputi:

  1. Carroll’s Pyramid of CSR
    • Ekonomi: Perusahaan harus menghasilkan keuntungan untuk bertahan hidup dan berkembang.
    • Hukum: Perusahaan harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.
    • Etika: Perusahaan harus bertindak secara etis dan adil.
    • Filantropi: Perusahaan harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat melalui kegiatan sosial.
  2. Teori Stakeholder Diajukan oleh R. Edward Freeman, teori ini menekankan pentingnya perusahaan untuk mempertimbangkan kepentingan semua pemangku kepentingan, termasuk karyawan, pelanggan, pemasok, dan komunitas lokal, dalam pengambilan keputusan.
  3. Triple Bottom Line (TBL) Diperkenalkan oleh John Elkington, TBL menekankan bahwa perusahaan harus mempertimbangkan tiga elemen utama: People, Planet, and Profit. Konsep ini mendorong perusahaan untuk mengukur kinerja mereka tidak hanya dalam hal keuntungan ekonomi tetapi juga dampak sosial dan lingkungan.
  4. Teori Legitimasi Menurut teori ini, perusahaan menggunakan CSR untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat dan pemangku kepentingan. CSR dianggap sebagai alat untuk menunjukkan bahwa perusahaan beroperasi dalam batasan norma sosial dan etika.

Teori dan konsep yang mengelilingi dampak sosial korporat berakar pada ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Pada tahun 1970, Bowen, yang dikenal sebagai “Bapak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan,” memperkenalkan gagasan bahwa perusahaan, sebagai entitas bisnis, memiliki tanggung jawab yang sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan masyarakat. Dua prinsip dasar tanggung jawab korporat untuk dampak sosial adalah:

  1. Prinsip Kedermawanan: Prinsip ini mendorong bisnis untuk menawarkan dukungan sukarela kepada individu atau kelompok masyarakat. Kegiatan di bawah prinsip ini termasuk filantropi korporat yang bertujuan untuk mempromosikan kesejahteraan sosial, seperti bermitra dengan komunitas yang membutuhkan.
  2. Prinsip Kewenangan: Prinsip ini melibatkan perusahaan bertindak sebagai penjaga kepentingan publik, dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat saat membuat kebijakan perusahaan. Contohnya termasuk memastikan kepatuhan hukum dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam perencanaan strategis.

John Elkington, dalam bukunya “Cannibals With Forks,” menekankan pentingnya menyeimbangkan tiga elemen kunci: orang, kemakmuran, dan planet. Elemen-elemen ini sangat penting untuk memastikan keberlanjutan keuntungan, kesehatan lingkungan, dan kesejahteraan sosial:

  • Orang: Ini mengacu pada dampak terhadap individu dan komunitas, termasuk karyawan, keluarga, pemasok, dan pelanggan. Orang-orang adalah kunci bagi operasi dan pertumbuhan perusahaan.
  • Kemakmuran: Ini berkaitan dengan dampak ekonomi perusahaan di tingkat nasional dan internasional, termasuk penciptaan lapangan kerja, inovasi, dan kontribusi pajak.
  • Planet: Ini melibatkan dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung. Perusahaan bertanggung jawab untuk menjaga keberlanjutan ekologis, yang mencakup elemen-elemen hidup dan tidak hidup dari lingkungan.

Konsep Triple Bottom Line mendorong perusahaan untuk membuat keputusan yang menguntungkan masyarakat dan lingkungan.

Gambar Triple Bottom Line

Triple Bottom Line Pada Konsep CSR
Triple Bottom Line

Dari gambar diatas, dapat disimpulkan bahwa profit adalah fokus utama yang harus dicapai oleh perusahaan untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang memungkinkan mereka untuk terus beroperasi dan berkembang. People menunjukkan bahwa perusahaan harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi operasional mereka. Berbagai model CSR yang diterapkan perusahaan termasuk pemberian beasiswa untuk pelajar setempat, pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta penguatan kapasitas ekonomi lokal. Sementara itu, planet merujuk pada tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan hidup.

Pembangunan berkelanjutan diharapkan menjadi prinsip yang diadopsi oleh setiap perusahaan, sehingga kegiatan bisnis tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Kegiatan CSR yang umum dilakukan terkait dengan hal ini meliputi penghijauan, penyediaan akses air bersih, dan perbaikan infrastruktur permukiman.

Strategi Kepemimpinan Korporat dalam CSR

Strategi kepemimpinan sangat memengaruhi bagaimana aktivitas CSR dipersepsikan oleh masyarakat. Mengingat keberagaman budaya dan nilai lokal, perusahaan harus menyesuaikan program CSR mereka agar sesuai dengan kondisi komunitas tertentu. Kepemimpinan korporat yang efektif dalam CSR dapat dikategorikan sebagai:

  1. Kepemimpinan Terintegrasi merupakan Kepemimpinan visioner yang menyelaraskan tanggung jawab bisnis dengan nilai-nilai perusahaan. Contoh termasuk Suez, Deutsche Bank, Unilever, BASF, Nokia, dan Shell, di mana kepemimpinan mengintegrasikan strategi korporat dengan nilai-nilai tersebut.
  2. Kepemimpinan Inovatif, Perusahaan yang melampaui kepatuhan CSR dasar dengan menciptakan peluang baru dan menambahkan nilai melalui praktik inovatif. Contoh yang terkenal adalah 3P, DuPont, Nokia, Shell, dan Procter & Gamble.
  3. Kepemimpinan Akuntabilitas yaitu Kepemimpinan yang menunjukkan komitmen publik terhadap tujuan dan standar kinerja perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang menjadi contoh dalam hal ini termasuk Unilever, Novo Group, dan Nokia.
  4. Kepemimpinan Kolaboratif meliputi Kepemimpinan CSR yang melibatkan keterlibatan penuh dan adil dengan pemangku kepentingan dalam aktivitas dedikasi.

Pengaruh ESG dalam Corporate Social Responsibility

Pengaruh ESG (Environmental, Social, Governance) dalam Corporate Social Responsibility (CSR) semakin signifikan, dan integrasi prinsip-prinsip ESG dalam operasi perusahaan serta pelaporan kinerja ESG telah menjadi kriteria penting. Berikut adalah pengembangan dari pengaruh ESG dalam CSR:

a. Peningkatan Reputasi Perusahaan

Integrasi prinsip-prinsip ESG membantu perusahaan dalam membangun dan mempertahankan reputasi yang baik di mata publik, konsumen, dan investor. Perusahaan yang menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola yang baik sering kali dipandang lebih positif dan lebih dapat dipercaya.

b. Dampak Positif terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan yang mengadopsi praktik ESG yang kuat dapat mengalami peningkatan kinerja keuangan jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan risiko yang lebih baik, penghematan biaya melalui efisiensi energi dan sumber daya, serta peningkatan loyalitas pelanggan yang lebih sadar akan tanggung jawab sosial perusahaan.

c. Penurunan Risiko dan Kepatuhan Regulasi

Implementasi prinsip-prinsip ESG dapat mengurangi risiko hukum dan kepatuhan. Dengan mengikuti standar lingkungan dan sosial yang ketat, perusahaan dapat menghindari denda dan sanksi, serta mengurangi risiko reputasi yang terkait dengan pelanggaran regulasi.

d. Daya Tarik Investor

Investor semakin tertarik pada perusahaan yang menerapkan prinsip ESG. Banyak investor institusi dan individu sekarang mempertimbangkan faktor ESG sebagai bagian dari keputusan investasi mereka. Perusahaan yang melaporkan kinerja ESG dengan transparansi dapat menarik lebih banyak investasi dan mendapatkan akses ke modal yang lebih baik.

e. Peningkatan Keterlibatan Karyawan

Perusahaan yang menerapkan prinsip ESG sering kali melihat peningkatan motivasi dan keterlibatan karyawan. Karyawan cenderung merasa lebih bangga dan terhubung dengan perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosial dan lingkungan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi tingkat turnover.

f. Inovasi dan Diferensiasi Produk

Integrasi ESG dapat mendorong inovasi dalam produk dan layanan. Perusahaan yang fokus pada keberlanjutan sering kali mencari cara-cara baru untuk mengurangi dampak lingkungan dan menciptakan produk yang lebih ramah lingkungan, yang dapat membedakan mereka dari pesaing di pasar.

g. Peningkatan Hubungan dengan Pemangku Kepentingan

Prinsip ESG juga membantu perusahaan dalam memperbaiki hubungan dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk komunitas lokal, pelanggan, dan mitra bisnis. Dengan menunjukkan komitmen terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan, perusahaan dapat membangun hubungan yang lebih baik dan saling menguntungkan.

h. Pelaporan dan Transparansi

Perusahaan diharapkan untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG dalam pelaporan mereka. Laporan ESG yang transparan dan komprehensif memungkinkan pemangku kepentingan untuk menilai kinerja perusahaan dalam hal keberlanjutan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola, yang pada akhirnya meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan.

Kepedulian terhadap Kesejahteraan Karyawan dalam Strategi CSR

Kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan, termasuk kesehatan mental, keseimbangan kerja-hidup, dan kesejahteraan secara umum, telah menjadi fokus utama dalam strategi Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Berikut adalah beberapa aspek dan manfaat dari fokus ini:

a. Kesehatan Mental

  • Perusahaan yang menyediakan dukungan psikologis, seperti konseling atau program kesehatan mental, menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan emosional karyawan. Ini dapat mengurangi stres, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi tingkat absensi.
  •  Menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan bebas dari stigma seputar kesehatan mental membantu karyawan merasa lebih nyaman dalam mencari bantuan dan berbicara tentang tantangan mereka.

b. Keseimbangan Kerja-Hidup

  • Memberikan fleksibilitas dalam jadwal kerja dan opsi untuk bekerja dari rumah dapat membantu karyawan menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan dengan kehidupan pribadi mereka. Ini dapat meningkatkan kepuasan kerja dan mengurangi risiko burnout.
  • Kebijakan cuti yang adil dan waktu libur yang memadai memungkinkan karyawan untuk memulihkan energi dan mengelola stres dengan lebih baik, serta menjaga kesehatan fisik dan mental mereka.

c. Kesejahteraan Fisik

  • Program seperti jam olahraga, akses ke penyediaan fasilitas kebugaran, dan inisiatif kesehatan di tempat kerja mendukung kesejahteraan fisik karyawan dan dapat meningkatkan tingkat energi dan produktivitas mereka.
  • Nutrisi dan Kesehatan dengan menyediakan pilihan makanan sehat di tempat kerja atau mendukung program nutrisi dapat mempengaruhi kesehatan jangka panjang karyawan dan meningkatkan konsentrasi serta kinerja mereka.

d. Pengembangan Karier dan Pendidikan

  • Investasi dalam pelatihan dan pengembangan keterampilan membantu karyawan merasa lebih termotivasi dan siap untuk menghadapi tantangan pekerjaan. Ini juga dapat meningkatkan peluang karier mereka dan kepuasan kerja.
  • Program mentoring dan dukungan profesional membantu karyawan berkembang dalam karier mereka, memberikan bimbingan dan dukungan yang diperlukan untuk mencapai tujuan profesional mereka.

e. Pengakuan dan Apresiasi

  • Penghargaan Karyawan dengan memberikan pengakuan dan penghargaan yang pantas atas pencapaian dan kontribusi karyawan dapat meningkatkan moral dan motivasi mereka. Ini juga menunjukkan bahwa perusahaan menghargai upaya dan dedikasi mereka.
  • Feedback dan Komunikasi untuk menciptakan saluran komunikasi yang terbuka untuk feedback dan ide dari karyawan membantu mereka merasa didengar dan dihargai, serta berkontribusi pada perbaikan berkelanjutan di tempat kerja.

f. Keseimbangan Kesejahteraan Sosial

  • Kegiatan Sosial dan Keterlibatan Komunitas dengan Menyelenggarakan kegiatan sosial, seperti acara tim dan keterlibatan dalam kegiatan komunitas, memperkuat hubungan antar karyawan dan meningkatkan rasa kebersamaan serta dukungan sosial di lingkungan kerja.

g. Manfaat Jangka Panjang

  • Retention dan Loyalitas, Perusahaan yang peduli terhadap kesejahteraan karyawan cenderung memiliki tingkat retensi yang lebih tinggi dan loyalitas yang lebih kuat dari karyawan mereka. Ini mengurangi biaya turnover dan meningkatkan kontinuitas serta stabilitas tim.
  • Kinerja dan Produktivitas di sini karyawan yang merasa dihargai dan diperhatikan lebih mungkin untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik dan lebih produktif, yang pada akhirnya berdampak positif pada hasil bisnis perusahaan.

Referensi

Bowen, H. R. (1953). Social Responsibilities of the Businessman. Harper & Row.

Elkington, J. (1997). Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. Capstone Publishing.

Presidential Regulation Number 59 of 2017 – Peraturan Presiden Republik Indonesia mengenai Pembangunan Berkelanjutan.

Porter, M. E., & Kramer, M. R. (2006). Strategy & Society: The Link Between Competitive Advantage and Corporate Social Responsibility. Harvard Business Review.

Carroll, A. B. (1979). A Three-Dimensional Conceptual Model of Corporate Performance. Academy of Management Review, 4(4), 497-505. Academy of Management.

Carroll, A. B. (1991). The Pyramid of Corporate Social Responsibility: Toward the Moral Management of Organizational Stakeholders. Business Horizons, 34(4), 39-48. Elsevier.

World Business Council for Sustainable Development (WBCSD). (n.d.). Corporate Social Responsibility: Meeting Changing Expectations. Diakses dari jurnal Kementerian Lingkungan Hidup.

Hartman, L. P. (2011). Corporate Social Responsibility and Sustainability: The New Bottom Line. Journal of Business Ethics, 99(1), 105-121. Springer.

Tags: , , , , , , , , , , , , , , ,

Diposting oleh hestanto


Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *