

Teori Keagenan Menurut Beberapa Cendekiawan
Teori keagenan menurut Jensen dan Meckling ( 1976 ) adalah “suatu kontrak di bawah satu atau lebih yang melibatkan agent untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pegambilan keputusan kepada agent”. Baik maupun agent diasumsikan orang ekonomi rasional dan semata – mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer atau agent. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Tujuan utama dari teori keagenan ( agency theory ) adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak – pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yag tujuannya untuk meminimalisasi biaya sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian.
Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi karena pihak – pihak yang saling bekerja sama mempunyai tujuan yang berbeda. Teori keagenan ( agency theory ) ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan ( Eisenhardt, 1989 dalam Ernati 2009). Pertama adalah masalah keagenan yang muncul pada saat keinginan – keinginan atau tujuan – tujuan principal dan agent saling berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi principal untuk melakukan verifikasi apakah agent telah melakukan sesuatu dengan tepat. Kedua, masalah pambagian dalam menanggung risiko yang timbul dimana principal dan agent memiliki sikap yang berbeda terhadap risik. Inti dari hubungan keagenan adalah di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan ( pihak principal ) yaitu pemegang saham dengan pihak pengendalian ( pihak agent ) yaitu manajer yang mengelola perusahaan.
Ross ( 1973 ) menyatakan bahwa bisa dikatakan hubungan keagenan muncul di antara dua ( atau lebih ) bagian dimana salah satu ditunjuk sebagai agen yang bertindak atas nama atau sebagai perwakilan untuk pihak lain ( principal ) yang merupakan pemegang saham dalam perusahaan. Perusahaan yang melakukan pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Perbedaan ini dapat terjadi karena manajer tidak perlu ikut menanggung risiko sebagai akibat adanya pengambilan keputusan yang salah, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik yaitu pemegang saham, karena pihak manajemen tidak ikut menanggung risiko maka mereka cenderung untuk membuat keputusan yang tidak optimal. Begitupun halnya dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan yang tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh manajer, sehingga manajer tidak hanya berkonsentrasi pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan untuk peningkatan kemakmuran pemegang saham, melainkan bertindak untuk mengejar kepentingannya sendiri. Para manajer memupunyai kecederungan untuk memperoleh keuntungan sebesar – besarnya dengan biaya pihak lain.
Menurut Eisenhardt ( 1989 ) teori keagenan ( agency theory ) dilandasi oleh beberapa asumsi. Asumsi – asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis yaitu, asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan sendiri ( self interest ), memiliki keterbatasan rasionalitas ( bounded rationality ) dan tidak menyukai risiko ( risk averse ). Asumsi keorganisasian menekankan bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya asimetri informasi antara principal dan agent, sedangkan asumsi informasi menekankan bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Menurut Praptitorini dan Januarti ( 2007 ) mengemukakan bahwa pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara dan agent. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manajer ( agent ) apakah sudah bertindak dengan tepat sesuai denga keinginan principal ( pemilik atau pemegang saham ). Auditor adalah salah satu pihak yang mampu menjembatani kepentingan pihak pemegang saham ( principal ) dengan kepentingan pihak manajemen ( agent ) dalam mengelola keuangan perusahaan. Auditor melakukan fungsi monitoring pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan tahunan. Data – data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pengguna laporan keuangan yang mencerminkan kinerja perusahaan dan kondisi keuangan perusahaan terlah mendapat pernyataan wajar dari auditor ( Komalasari, 2007 ).
Untuk mengurangi masalah keagenan dalam perusahaan, maka diperlukan biaya yang disebut dengan biaya keagenan. Menurut Jensen dan Meckling ( 1976 ) terdapat tiga macam biaya keagenan ( agency cost ), diantaranya adalah biaya pengawasan oleh principal, biaya bonding, dan kerugian residual.
Teori keagenan (Agency Theory) menjelaskan bahwa didalam sebuah perusahaan ditemukan adanya hubungan kerja antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen selaku agen. Menurut Fahmi (2014:19), agency theory (teori keagenan) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada suatu perusahaan dimana pihak manajemen sebagai pelaksana yang disebut lebih jauh sebagai agen dan pemilik modal (owner) sebagai prinsipal membangun sebuah kontrak kerjasama yang disebut dengan “nexus of contract”, kontrak kerjasama ini berisi kesepakatan-kesepakatan yang menjelaskan bahwa pihak manajemen perusahaan harus bekerja secara maksimal untuk memberi kepuasan yang maksimal seperti profit yang tinggi kepada pemilik modal (owner).
Menurut Dermawan (2014:273), agency cost adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan utang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Jika perusahaan menggunakan utang ada kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan kreditor.
Pada umumnya manajer dan pemegang saham sering memiliki tujuan yang berbeda. Pengambilan keputusan oleh manajer sering tidak berpihak kepada kepentingan pemegang saham, melainkan berpihak kepada kepentingan manajer itu sendiri. Perbedaan kepentingan tersebut akan menimbulkan konflik yang sering disebut konflik agensi (agency conflict).
Pada perusahaan yang berskala besar sering terjadi konflik agensi dimana hal ini disebabkan oleh manajer memiliki persentase kepemilikan saham yang relatif kecil, sehingga hal ini akan membuat para manajer sering membuat keputusan-keputusan yang tidak menguntungkan bagi para pemegang saham. Manajer tidak berani mengambil risiko yang besar yang tentu memiliki keuntungan yang besar pula dikarenakan takut kehilangan jabatan atau posisi yang strategis dalam perusahaan, sehingga manajer cenderung mengambil risiko yang relatif kecil yang memiliki keuntungan yang kecil yang tidak dapat memuaskan keinginan pemegang saham.
Selain itu, konflik juga mungkin disebabkan oleh banyaknya uang kas yang tersedia didalam perusahaan. Manajer sering menggunakan uang kas tersebut untuk membiayai proyek yang menguntungkan dirinya sendiri seperti perlengkapan kantor yang mewah, tiket untuk bepergian keluar negeri, dan lain sebagainya.
Didalam hubungan keagenan, manajer merupakan pihak yang memiliki informasi penuh yang ada didalam perusahaan, dimulai dari lingkungan kerja, kapasitas diri, dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Namun demikian, para manajer terkadang memiliki informasi mengenai perusahaan, namun tidak diungkapkan kepada para investor.
Konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan menyamakan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program pengikatan dari manajemen dalam modal perusahaan.
Tag: Contoh Teori Keagenan, Teori Agensi Dalam Teori Akuntansi, Teori Agensi Menurut Para Ahli, Teori Keagenan, Teori Keagenan Menurut Para Ahli